31 Desember 2013

Pergantian Tahun

Dari tempatnya berdiri, si bunga biru dapat melihat sinar-sinar kembang api dan sayup-sayup suaranya nan jauh di sana. Penantiannya tak berbuah manis. Pria itu tidak datang.
Apa mau dikata, si bunga biru hanyalah bunga liar dan pria itu adalah manusia, dunia mereka sudah berbeda.
Samar-samar warna si bunga biru semakin pudar. Air matanya menetes pilu.
Terkadang bunga itu berharap agar menjadi bunga biasa. Tidak ingin menjadi bunga ajaib yang memiliki perasaan. Tapi pada akhirnya, ia tetap mensyukuri apa yang dikaruniakan Tuhan padanya.

Bukan ketiadaan dirinya yang membuatnya sedih, tapi pikiran tentang perasaan yang takkan pernah tersampaikan itulah yang membuatnya hancur. Dia tidak akan pernah bisa bertemu pria itu lagi.

Raganya sebagai bunga pun sudah sepenuhnya hilang. Jiwanya terbang sejenak di atas awan, dari atas dilihatnya pria itu berdiri di lapangan bersama ratusan orang lainnya sedang menikmati kembang api. Ada seorang perempuan di sampingnya, manusia tentunya.
Sebelum jiwanya bersatu dengan angin, bunga itu sempat meneteskan air matanya sekali lagi.
"Selamat tinggal..."
.
.
.
.
.
Pria itu merasakan sesuatu menetes di rambutnya. Dia mendongak ke atas, memang agak mendung. Dia lalu melanjutkan menikmati hingar bingar pergantian tahun.

30 Desember 2013

Menanti Pergantian Tahun

Sebuah bunga di pinggir jalan di daerah pegunungan  yang terpencil. Hanya bunga biru ajaib itu yang sanggup tumbuh di sana.
Lalu suatu hari seorang pria dengan sepatu biru melewatinya. Hampir setiap hari pria itu datang. Dan dengan air minum bekalnya untuk jogging, pria itu menyirami bunga itu. Sang bunga perlahan tapi pasti jatuh hati padanya.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Frekuensi pria itu lewat semakin berkurang.
Dan kini sudah sampai di penghujung tahun. Bunga itu semakin layu dan lemas.
Air hujan yang terus menerus mengguyur sepertinya tidak dapat menyemarakkan kembali bunga biru itu.
Bunga itu menanti datangnya pria itu untuk menyiramkan air padanya, karena umur bunga itu sudah tidak lama lagi... Saat pergantian tahun, bunga itu akan hilang untuk selamanya tanpa siraman air dari pria itu.
Kini hanya tersisa waktu 12 jam. Bunga itu menanti dengan sedih, karena jika pria itu tidak datang bunga itu akan lenyap dan tidak bisa bertemu lagi.
Sang bunga biru juga sadar, ia hanyalah setangkai bunga liar. Untuk apa pria itu menyempatkan datang untuk menyiraminya.
Tapi dibalik rasa putus asa itu, masih ada harapan kecil akan kedatangan pria itu.
Detik jam terus berjalan. Hanya tersisa 12 jam untuk bergantian tahun....

Kini bunga itu menanti di tengah-tengah konflik batinnya. Akankah pujaannya sudi datang?
Sang bunga biru menanti pergantian tahun.

11 Desember 2013

Bintaro

Turut berduka cita atas korban dan keluarga korban kecelakaan di Bintaro 9 Desember lalu. Semoga keluarga korban diberi kekuatan dan ketabahan.
Tragedi ini juga pasti mengingatkan kita pada 19 Oktober 1987 silam dimana terjadi kecelakaan terhebat sepanjang sejarah perkerata-apian  Indonesia. Diberitakan 153 tewas dan 300 luka-luka.
Sampai-sampai musisi besar kita Iwan Fals menciptakan lagu untuk mengenang kejadian tersebut yang berjudul "1910".
Lagu inilah yang langsung terlintas di kepalaku saat pertama mendengar berita kecelakaan KRL 9 Desember itu. Seperti biasa, lagu Iwan Fals ini sangat bagus, ini saya bagi lirik dan videonyaa :)


Apa kabar kereta yang terkapar di Senin pagiDi gerbongmu ratusan orang yang matiHancurkan mimpi bawa kisahAir mata... air mata...
Belum usai peluit belum habis putaran rodaAku dengar jerit dari BintaroSatu lagi catatan sejarahAir mata... air mata...
Berdarahkan tuan yang duduk di belakang mejaAtau cukup hanya ucapkan belasungkawa.. aku bosan
Lalu terangkat semua beban dipundakSemudah itukah luka-luka terobati
Nusantara tangismu terdengar lagiNusantara derita bila terhentiBilakah bilakah
Sembilan belas Oktober tanah Jakarta berwarna merahMeninggalkan tanya yang tak terjawabBangkai kereta lemparkan amarahAir mata air mata

Nusantara langitmu saksi kelabuNusantara terdengar lagi tangismu

Nusantara kau simpan kisah keretaNusantara kabarkan marah sang duka
Saudaraku pergilah dengan tenangSebab luka sudah tak lagi panjang
Saudaraku pergilah dengan tenangSebab luka sudah tak lagi panjang